
Lahan Sitaan Negara Bisa Produktif, Petani Srimahi Menaruh Harapan
Penulis: Ngarto Februana | Reporter: Guritno, Ngarto F| Dipublikasikan pada 21 Juni 2025 | Kategori: Ekonomi
Rudi Hartono, 44 tahun, petani tulen Desa Srimahi, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sejak bocah, ia sudah mengikuti jejak orang tua menggarap sawah. Kini, bersama 75 petani lainnya, ia mengolah lahan sitaan negara seluas 33 hektare. Lahan itu kini menjelma menjadi hamparan padi.
"Kami menyambut baik program Jaksa Mandiri Pangan ini. Didampingi Kementerian Pertanian, Pupuk Indonesia, dan Kejaksaan Agung, kami jadi terbantu. Dapat benih unggul, pupuk, pestisida, semuanya gratis," ujar Rudi kepada Guritno dan Ngarto Februana, penulis buku “Jaksa Mandiri Pangan”.
Widhi Santoso, penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi, ditugaskan untuk mendampingi petani Desa Srimahi. Widhi turut mengawal program sinergi ketahanan pangan desa yang diinisiasi Kejaksaan Agung dan diresmikan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 22 Mei 2025.

"Petani terbantu dan tertolong. Tak perlu lagi meminjam modal ke tengkulak dan terjerat utang," ujar Widhi.
Namun, perjuangan tak semudah membalik telapak tangan. Tantangan tetap menghadang. Lahan tadah hujan rentan banjir saat musim penghujan. Sering kerendam hingga sepekan. Rudi berharap pemerintah membantu normalisasi saluran irigasi. "Yang dataran rendah kebanjiran, yang tinggi kekeringan. Semoga ini jadi perhatian," ujarnya.
Widhi dan petani juga harus berperang melawan hama penggerek batang padi. Cahaya lampu-lampu perumahan sekitar mengundang kupu-kupu yang bertelur di daun padi. Telur menetas jadi ulat yang menggerek batang, menyebabkan tanaman menguning dan mati.
Selain mengatasi hama, mereka mengerahkan segala upaya. Mulai dari pemilihan benih unggul, pengaturan jarak tanam jajar legowo, pengairan berselang, hingga pengendalian hama terintegrasi. Semua demi mengejar target produksi 5 ton gabah per hektare.
Meski dirundung masalah, petani tetap optimistis panen bisa optimal. Rudi menuturkan, biasanya ia mampu menghasilkan 5 ton gabah per hektare. Sebagian dibagi untuk buruh panen, sisanya sekitar 4 ton dijual. "Kalau harga bagus, bisa dapat Rp 24 juta per hektare," ujarnya.
Rudi berharap skema pinjaman modal yang dibayar setelah panen bisa diterapkan. Kredit Usaha Rakyat dinilai memberatkan karena harus dicicil bulanan. "Pendapatan kami kan 6 bulanan, semoga ke depan ada solusi," katanya berharap.
Ke depan, Rudi menginginkan lahan-lahan kurang produktif bisa dimanfaatkan untuk ternak. "Domba dan sapi cocok di sini. Lahan yang tinggi bisa ditanami rumput atau jagung untuk pakan," cetusnya.
Ia juga berharap hasil panen bisa terserap optimal oleh Badan Usaha Logistik (Bulog). Selama ini masih tergantung tengkulak. "Yang penting harganya stabil dan menguntungkan petani," tandasnya.
Harapan serupa disuarakan Widhi Santoso. Program Jaksa Mandiri Pangan dinilai jadi angin segar bagi petani. Ia berharap pola ini bisa bergulir dan meluas ke daerah lain.
Sebuah ikhtiar mewujudkan kedaulatan pangan dari pelosok desa, dengan mengoptimalkan lahan sitaan negara.